Berita Terbaru
Sidoarjo Makin Panas: Saatnya Gerakan Hijau, Bukan Sekadar Pendingin Ruangan
Oleh: Bidang Energi, Lingkungan Hidup, dan Perubahan Iklim – DPD PKS Sidoarjo
Beberapa pekan terakhir, keluhan tentang cuaca panas di Sidoarjo dan sekitarnya semakin sering terdengar. Warga mengeluhkan suhu siang yang bisa menembus 36–38 derajat Celsius, bahkan malam pun terasa pengap dan lembap. Pendingin ruangan bekerja tanpa henti, tagihan listrik melonjak, dan udara terasa semakin berat dihirup. Menurut data BMKG Juanda, suhu maksimum di Sidoarjo pada minggu kedua Oktober mencapai 37,6°C — tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Pertanyaannya: mengapa cuaca terasa semakin panas dari tahun ke tahun? Apakah ini sekadar “musim kemarau panjang” atau tanda sesuatu yang lebih serius?
Antara Iklim Global dan Tata Ruang Lokal
Benar bahwa perubahan iklim global berperan besar terhadap suhu ekstrem. Namun di level lokal, panas di Sidoarjo dan Surabaya juga diperparah oleh fenomena yang disebut "urban heat island effect", fenomena di mana permukaan beton, aspal, dan atap seng menyerap panas lebih banyak dibanding lahan hijau.
Artinya, ketika ruang terbuka hijau berkurang dan pohon ditebang, suhu kota akan meningkat bahkan tanpa perubahan iklim global sekalipun. Kajian IPB (2022) menunjukkan kawasan padat bangunan dengan tutupan hijau di bawah 10% memiliki suhu permukaan rata-rata 3–5°C lebih tinggi dibanding kawasan dengan pepohonan rindang.
Sidoarjo, yang tumbuh pesat sebagai wilayah industri dan pemukiman satelit Surabaya, kini menghadapi konsekuensi dari pembangunan yang belum sepenuhnya ramah lingkungan. Di banyak kawasan, pohon rindang berganti bangunan padat; taman kota masih minim; sungai dan saluran air banyak tertutup beton. Sementara di sisi lain, dampak panas ekstrem paling mungkin dirasakan oleh masyarakat berpenghasilan rendah yang tinggal di kawasan padat tanpa akses pepohonan dan tidak mampu menyalakan pendingin ruangan seharian.
Kita Butuh Gerakan Hijau
Meningkatnya suhu udara bukan hanya soal kenyamanan — ia juga berdampak pada kesehatan (dehidrasi, gangguan pernapasan), biaya hidup (listrik meningkat), bahkan produktivitas kerja.
Karena itu, solusinya tidak bisa sekadar menambah pendingin ruangan, tapi menciptakan lingkungan yang lebih sejuk secara alami.
PKS Sidoarjo melalui Bidang Energi, Lingkungan Hidup, dan Perubahan Iklim memandang perlunya Program Pro-Lingkungan seperti Gerakan Hijau Sidoarjo, sebuah inisiatif bersama masyarakat untuk menanam, merawat, dan melindungi ruang hijau di sekitar kita. Gerakan Hijau Sidoarjo dapat melibatkan sekolah, pesantren, masjid, komunitas pecinta alam, hingga pelaku UMKM untuk membuat ekosistem penghijauan berkelanjutan
Langkah-langkah sederhana bisa dimulai dari:
- Menanam pohon di pekarangan dan jalan lingkungan;
- Menghindari pembakaran sampah yang memperparah polusi udara;
- Menghemat energi listrik di rumah dan kantor;
- Menggalakkan sekolah dan kantor ramah lingkungan.
Peran Pemerintah dan Dunia Industri
Kami juga mendorong pemerintah daerah untuk menjadikan isu ini prioritas kebijakan.
Tambahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) harus menjadi bagian dari setiap rencana tata kota dan kawasan industri.
Industri di Sidoarjo, yang menjadi motor ekonomi, juga memiliki tanggung jawab sosial dan moral untuk menjaga keseimbangan lingkungan — melalui CSR hijau, program daur ulang, dan efisiensi energi.
Dari Panas ke Kesadaran Baru
Cuaca panas ekstrem seharusnya menjadi alarm bagi kita semua, bukan untuk marah pada matahari, tetapi untuk meninjau ulang cara kita membangun dan hidup.
Sidoarjo membutuhkan keseimbangan baru antara kemajuan ekonomi dan kelestarian lingkungan.
Ketika udara menjadi lebih panas, barangkali alam sedang mengingatkan kita agar tidak lagi abai terhadap hijau yang tersisa.
PKS ingin menjadi bagian dari solusi itu: memulai dari langkah kecil, tapi konsisten. Karena bumi yang sejuk bukan hanya untuk kita hari ini, tetapi warisan untuk anak-anak kita nanti.
“Kepanasan ini bukan sekadar soal cuaca, tapi tanda bahwa kita harus menata ulang cara hidup kita bersama alam.”